Para pembatik di Kabupaten Pekalongan selama ini tidak bisa menentukan harga hasil produksinya sendiri. Pasalnya, sejauh ini mereka masih memberikan hasil produksinya kepada pengepul. Sehingga, selamanya para pembatik akan menjadi buruh bagi karya mereka sendiri. Padahal, batik berpotensi menjadi salah satu daya tarik untuk mengembangkan potensi daerah, melalui paket wisata batik.
“Kelemahan utama bagi para pembatik adalah mereka tidak bisa menentukan harga sendiri. Dikasih ke pengepul, kemudian pengepul yang jual. Perajin dibeli pengepul dengan harga Rp500ribu, kemudian pengepul jual dengan harga Rp1,5juta. Ya yang untung pengepul, kasihan para pembatiknya, selamanya akan jadi buruh,” terang Kepala KCU Pekalongan Tjandra Setiabekti dan Head of CSR BCA Sapto Rachmadi di sela-sela Pelatihan Layanan Prima yang diselenggarakan PT Bank (BCA) di Hotel Santika Pekalongan.
Pelatihan yang menghadirkan 40 orang pengurus dan staff di lingkungan Kampung Batik Gemah Sumilir, Wiradesa, Pekalongan ini, sekaligus sarana memberikan wahana agar para pembatik dapat menjual produk mereka. Menurutnya, Pekalongan dengan batiknya sangat potensial untuk dikembangkan. Pihaknya akan membantu memberikan pembinaan kepada para perajin agar lebih profesional. Terlebih, saat ini Koperasi Gemah Sumilir baru mulai dibuka, tidak hanya untuk batik, namun juga tenun dan kerajinan.
“Kita bentuk pelatihan awal dulu. Kelemahan utama desa-desa wisata adalah SDMnya. Kita selalu bicara tentang pembangunan sarana fisik, padahal yang paling penting adalah membangun SDMnya. Oleh karena itu, perlu adanya pembinaan agar mereka dapat mengelola usaha dan lingkungannya,”.
Sehingga, diharapkan, kelak orang-orang tidak hanya datang beli batik saja, namun juga belajar bagaimana prosesnya, serta dapat berwisata ke daerah-daerah lain di Pekalongan. “Potensi wisata Kabupaten Pekalongan kan banyak. Itu bisa jadi ide bagus untuk dijadikan semacam paket wisata. Selain batik dan tenun, mereka (pembatik) juga bisa jualan paket wisata disini,”.
Sementara, Kepala KCU Pekalongan Tjandra Setiabekti, menambahkan, setelah melakukan pendampingan kepada desa wisata di beberapa daerah di Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda-beda, BCA melihat bahwa Pekalongan memiliki daya tarik tersendiri melalui Batik-nya yang dapat dikembangkan untuk menarik wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri.
“Sebagaimana diketahui batik Indonesia secara resmi diakui oleh Unesco dengan dimasukkan dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity). Hal ini merupakan pengakuan internasional terhadap salah satu mata budaya Indonesia, sehingga diharapkan dapat memotivasi dan mengangkat harkat para perajin batik dan mendukung usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat,”.
Eksistensi Kota Pekalongan sebagai salah satu kota Batik di Indonesia menjadi sangat telihat pasca penetapan tersebut, terlihat dari pertumbuhan UKM Batik Kota Pekalongan yang hingga November 2015 memiliki jumlah UMKM 19.615 unit dengan nilai omzet Rp1,84 triliun, serta aset Rp1,88 triliun.
No comments:
Post a Comment