Dalam kunjungannya di Kota Pekalongan, Sang Antropolog berdiskusi beberapa maestro batik Pekalongan di ruang Aula Museum Batik. Mereka adalah Dudung Alisyahbana, Hj Fatchiyah A Kadir, H Fatkhurohman Noor, dan H Romi Oktabirawa.Turut pula dalam diskusi, Kepala Dishubparbud Kota Pekalongan Doyo Budi Wibowo, Kepala Museum Batik Tanti Lusiani, pemerhati sejarah Pekalongan Arif Dirhamzah, serta beberapa orang pemerhati batik, dan komunitas pecinta seni dan budaya di Kota Pekalongan.
Dihadapan mereka, Sandra Niessen membeberkan ada 306 kain batik kuno asal Indonesia, khususnya Pulau Jawa, yang disimpan di Istana Kerajaan Thailand. Ratusan kain batik itu merupakan koleksi Raja Siam (sekarang Thailand), dan diperoleh dalam beberapa kali kunjungan sang raja ke Pulau Jawa pada abad ke-19 atau pada masa penjajahan Belanda. Dalam diskusi tersebut, Sandra Niessen mengaku salah satu anggota tim yang ditunjuk Kerajaan Thailand untuk mengidentifikasi 306 kain batik kuno koleksi Raja Thailand tersebut. Disebutkan bahwa ratusan kain batik itu diketahui berasal dari Pulau Jawa. Tetapi belum bisa teridentifikasi secara pasti apa motif kain-kain batik itu, dari mana kain itu berasal, dan dibuat tahun berapa. “Mereka minta tolong saya untuk membantu mencari informasi dan melakukan riset tentang konteks batik yang dikumpulkan Raja Siam itu,”.
Upaya pencarian informasi untuk proses identifikasi itu antara lain melalui penelusuran arsip-arsip dan buku-buku di perpustakaan baik itu yang berbahasa Belanda, Inggris, Thailand, maupun Indonesia. Upaya identifikasi juga melibatkan para pakar pakar batik, tokoh, dan pemerhati kain Indonesia. Sebab, informasi tentang kain-kain batik itu sangat minim. Ternyata proses identifikasi cukup sulit. Sebab label atau tulisan tentang koleksi kain batik milik Raja Siam tersebut sudah banyak yang diganti ataupun hilang. “Maka saya tunjukkan foto-foto kain tersebut kepada para ahli untuk membantu mengidentifikasi. Tetapi yang pasti, identifikasi akan dilakukan secara berulang-ulang,”.
Sandra, yang juga masih keturunan Elyzza Van Zuelen (salah seorang Maestro Batik Indonesia pada masa penjajahan Belanda), kain-kain batik itu didapatkan oleh Raja Syiam lebih dari seratus tahun silam dalam perjalanannya di Pulau Jawa. Ratusan kain batik itu selanjutnya disimpan dalam peti-peti tertutup di dalam istana Raja Thailand. Setelah sekitar 100 tahun tidak pernah dibuka, peti-peti berisi kain batik itu kembali dibuka. Kain-kain itu rencananya akan dibuatkan katalog yang lengkap, dan akan dipamerkan di Museum Tekstil di Thailand. Antara lain perjalanan ke Garut, Jogja, Solo. Kain-kain tersebut sebagian merupakan hadiah, sebagian lagi dibeli sendiri oleh sang raja. “Kain-kain batik itu didapat dari perjalanan Raja Syiam ke Indonesia, khususnya Jawa, pada tahun 1871, 1896, dan 1901,”.
Sementara itu, salah seorang tokoh batik Pekalongan yang hadir dalam diskusi tersebut, H Dudung Alisyahbana, menyatakan bahwa kain batik tak bisa dilepaskan dari budaya Jawa. Dirinya mengkritik, kenapa tidak ada orang Jawa yang dilibatkan dalam tim pengidentifikasi kain batik milik Raja Thailand itu. Padahal, menganalisa sebuah kain batik tidak hanya dilihat dari fisiknya semata, tetapi lebih ke ‘rasa’ dari karya batik itu sendiri. “Dalam kain batik itu ada rasa. Batik merupakan salah satu media untuk bertutur orang Jawa. Di situ ada unsur pengetahuan, perilaku, skill, dan taste (rasa),”. “Ketika kita membaca kain batik, maka akan menuju ke pembuatnya siapa, dibuat di mana, apa motifnya, dan dibuat untuk apa,”.
Sementara, tokoh batik Pekalongan lainnya, H Romi Oktabirawa, menambahkan dalam mengidentifikasi secara mendalam sebuah kain batik tidak bisa hanya melihat foto kain batik yang bersangkutan. Melainkan harus dipegang secara langsung. “Biar tahu tata warnanya, lalu dibuat pada era apa, dan sebagainya,”. Meski demikian, pihaknya sangat mengapresiasi atas kepedulian peneliti Belanda terhadap kain batik Indonesia. Dia juga mengapresiasi pemerintahan negara tetangga, Thailand, yang ternyata memberikan apresiasi luar biasa tentang sejarah kain-kain batik asal Indonesia. “Bagaimanapun, apa yang telah dilakukan mereka sangat patut diapresiasi. Kita sebagai bangsa Indonesia harus bisa mengapresiasi seni budaya, mahakarya, dan kerajinan kita, salah satunya batik. Sebab, negara tetangga saja memberikan apresiasi terhadap nilai sejarah kain batik asal Indonesia,”
No comments:
Post a Comment