Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) bekerja sama dengan UNESCO terus berupaya melestarikan benda cagar budaya yang mereka miliki. Mereka berusaha mereinkarnasi candi-candi yang mereka kelola dan jaga dalam bentuk berbeda. Tidak sekadar menjaga agar tidak menjadi sasaran tangan jahil tetapi juga menuangkan dalam hal yang berbeda.
Kasubag Tata Usaha BPCB Daerah Istimewa Yogyakarta, Arie Setyastuti mengungkapkan, saat ini pihaknya memang tengah melakukan pemberdayaan terhadap warga yang tinggal di seputaran candi. Masing-masing Candi Ijo, Candi Boko, Candi Sojiwan dan juga Candi Prambanan. Dengan menggandeng beberapa lembaga termasuk diantaranya UNESCO, mereka berusaha menuangkan relief candi ke dalam media yang berbeda.
Tiga desa masing-masing Sambirejo, Bokoharjo dan Tirtomartani coba mereka berdayakan melalui batik jumputan. Motif yang banyak mereka terapkan adalah relief candi yang berada di desa masing-masing. Relief mahkota, tokoh legenda ataupun relief yang lain coba mereka aplikasikan ke dalam motif batik. Menurutnya, reinkarnasi relief ke dalam batik memang bagian dari upaya mereka melaksanakan pelestarian candi. Karena pelestarian tak sekadar menjaga, tetapi juga mendistribusikan atau mensosialisasikan relief yang mengandung cerita candi ke masyarakat yang lebih luas. Dengan semakin banyak masyarakat yang mengetahui dan memahami relief candi, maka sejarah akan terjaga.
Head of Culture UNESCO Jakarta, Bernards Zako menandaskan UNESCO memang berkomitmen untuk melakukan pelestarian benda cagar budaya dan juga batik yang sudah mereka akui sebagai warisan budaya. Salah satunya adalah melalui pemberdayaan masyarakat sekitar candi. Selain untuk mempertahankan benda cagar budaya juga untuk memberi manfaat lebih bagi masyarakat di seputaran candi.
Melalui beberapa pelatihan dan juga pendampingan, mereka akhirnya mampu melakukan pemberdayaan produksi batik motif relief candi. Sejak setahun terakhir, nilai ekonomi dari produksi batik jumputan yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga seputaran candi Ijo, Sojiwan dan Borobudur mulai dirasakan. Ia menyebutkan, dalam setahun terakhir omzet rata-rata para ibu rumah tangga sudah mencapai Rp20 juta. Sebuah manfaat yang sudah dirasakan ibu rumah tangga setelah mereka ikutkan dalam pameran ataupun eksebisi lainnya. Ke depan, ia berharap akan semakin banyak masyarakat seputaran candi yang terlibat dalam produksi batik jumputan ini.
Ketua kelompok Batik Jumputan Candi Ijo, Muryani mengakui sejak mereka menggeluti kerajinan batik ini, perekonomian keluarga mereka menjadi terangkat. Bahkan penghasilan ibu-ibu rumah tangga tersebut sudah mampu menjadi penopang ekonomi keluarga. Ibu rumah tangga yang berasal dari golongan ekonomi lemah kini sudah mulai menggeliat dan mampu lebih mandiri.
FB : Griya Batik Mas
Intagram : @tokobatikmas, @kainbatikmas, @batiktulismas
Pinterest : Griya Batik Mas
No comments:
Post a Comment