Tempat Wisata Belanja dan Edukasi Pelatihan Membatik (Showroom Batik, Workshop Batik dan Pendopo Pelatihan)
Monday, June 22, 2015
Batik Kudus Bertema Warna Alam Dominasi Permintaan
Batik khas Kudus dengan tema warna alam tampaknya akan naik daun lagi, pasalnya semenjak bulan Ramadhan ada kenaikan permintaan batik utamanya batik dengan tema-tema alami. Meski demikian segmen untuk batik warna masih banyak diminati oleh konsumen kalangan atas, mengingat kualitas bahan cukup bagus.
Pelopor batik Kudus, Yuli Astuti saat ditemui Minggu (21/6) menjelaskan, sebenarnya tidak ada yang istimewa pada bulan Ramadhan ini, dan memang ada peningkatan produksi utamanya pada batik warna alami. “Kegiatan produksi khusus batik warna alami sebenarnya sudah dimulai sejak bulan Mei, dan ini dilakukan supaya nanti waktu pendistribusian bisa tepat waktu,”.
Meski demikian ia tidak menyebutkan secara tepat berapa jumlah pesanan sampai saat ini, namun pihaknya optimistis hasil produksinya tidak akan mengecewakan konsumen. “Karena sebelum melakukan produksi kami melakukan pemilihan bahan baku yang digunakan, mulai dari kain sampai dengan bahan pewarnanya yang sengaja kami buat dengan formula khusus, sehingga memunculkan warna-warna yang eksotik,” ungkapnya.
Terkait soal pangsa pasar batik dengan motif warna alam, ia menjelaskan khusus edisi Ramadan ini banyak dipesan di wilayah lokal Kudus dan beberapa diantaranya ada yang dari luar pulau. Mengenai soal harga, ia tidak banyak berkomentar hanya menjelaskan bahwa untuk batik warna alami memang sengaja diproduksi dengan bahan – bahan yang berkualitas tinggi, sehingga wajar apabila disesuaikan dengan harganya.
Friday, June 19, 2015
Pengrajin Seririt pamer kain mastuli di Pesta Kesenian Bali
Pengrajin dari Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali, memamerkan kain mastuli di Pesta Kesenian Bali ke-37 yang berlangsung sebulan 13 Juni sampai 11 Juli di Taman Budaya Denpasar.
Made Suastika, seorang pengrajin kain mastuli, menjelaskan pengrajin membuat jenis kain itu menggunakan kain-kain halus seperti sutera dan menggambar motif pada kain menggunakan semacam canting yang biasa digunakan untuk membatik.
"Masyarakat lebih senang membeli kain mastuli karena sangat lembut, jika dibandingkan dengan jenis endek atau songket kadang lebih keras dan kaku jika digunakan," katanya di ajang Pesta Kesenian Bali.
Kain mastuli yang biasanya penuh warna dan terang, ia menambahkan, kadang juga dibuat dari kain-kain halus lain yang bukan sutera.
Menurut Made Suastika, harga kain mastuli bervariasi antara Rp450 ribu sampai Rp7 juta per helai sesuai dengan jenis kain dan coraknya.
"Kain mastuli seharga itu memiliki corak tulis yang sangat menarik dan mengandung unsur seni tinggi," kata dia tentang kain mastuli yang harganya sampai Rp7 juta per helai
Saturday, June 13, 2015
Batik Ini Paling Murah Rp1 Juta
Madura selama ini lebih dikenal dengan karapan sapi dan satenya. Namun, wilayah tersebut memiliki batik khas yang bernilai tinggi, yakni Batik Gentongan. Karena pembuatannya membutuhkan waktu lama, batik tulis ini paling murah dibanderol Rp1 juta.
Salah satu perajin yang masih memproduksi Batik Gentongan adalah Ida Rizal, pemilik Sila Batik dari Pamekasan Madura. Selama pameran berlangsung Ida tidak banyak membawa Batik Gentongan, karena harganya yang mahal.
Dia menuturkan, alasan Batik Gentongan memiliki harga yang cukup mahal karena proses pembuatannya yang tidak mudah dan juga warnanya yang tidak akan pernah pudar.
Untuk membuat satu lembar batik gentongan butuh waktu minimal satu tahun. Selama satu tahun proses pembuatan setiap hari dilakukan proses pencelupan warna. Setiap malam proses pewarnaan direndam dalam gentong yang berisi pewarna dari bahan alami, seperti ubi, akar daun, buah, dan lainnya. Kesokan harinya dibersihkan, lalu pada malam hari kembali dilakukan pencelupan.
“Jadi selama 365 hari dilakukan proses pencelupan dan pembersihan. Karena prosesnya yang begitu rumit dan lama, wajar jika harganya mahal,” terangnya dalam Pameran Gelar Inovasi UMKM, Koperasi dan PKBL Expo 2015 di Java Mal Semarang.
Selain batik Gentongan, batik lain yang memiliki harga cukup mahal adalah jenis Batik Kereta Kencana dan Tiga Bendra.
Mantan dosen komunikasi dan mantan direktur sebuah radio di Madura ini mengatakan, untuk menentukan keaslian dari Batik Gentongan tidak sulit karena dapat dilihat kasat mata.
Salah satunya adalah warna dan motifnya tembus. Artinya, satu lembar kain batik gentongan tidak bisa dibedakan antara belakang dan depannya. Berbeda dengan batik tulis lain, di mana warna untuk depan lebih cerah sementara untuk baliknya sedikit kusam. “Warnanya tembus, dan awet, karena warna benar-benar menyatu dengan serat kain terkecil,”.
Dia mengaku, selain memproduksi Batik Gentongan juga memproduksi batik dengan motif lain dengan harga yang bervariasi antara Rp50 ribu hingga Rp10 juta. “Tapi yang membedakan adalah, ciri khas sila batik, one desain for one cutomer, dijamin jika pakai sila batik, hanya untuk satu orang, dan digaransi, kalau ternyata ada yang sama maka akan diganti,”.
Saat ini, lanjut dia, Sila Batik telah memiliki lebih dari 300 perajin, dan setiap perajin mengerjakan desaian yang berbeda.
Untuk pemasarannya sendiri, saat ini tidak hanya di seluruh Indonesia, namun juga sudah merambah ke beberapa negara, di antaranya, Singapura, Malaysia, Dubai, Amerika, London dan Lebanon.
Ida Rizal pemilik Sila Batik, dari Pamekasan Madura menunjukkan Batik Gentongan khas Pamekasan dalam Pameran Gelar Inovasi UMKM, Koperasi & PKBL expo 2015 di Java Mal Semarang.
Takjub Keindahannya, Warga Yunani Ramai-ramai Belajar Batik
Kepincut keindahan batik, warga "Negeri Para Dewa" Yunani ramai-ramai belajar ingin menguasai teknik membatik. "To Batik ine mia endiposiaki texni (Batik karya seni yang menakjubkan),".
"Minat masyarakat Kefalonia untuk mengikuti pelatihan batik sangat besar. Namun untuk efektifitas pengajaran dan mengingat keterbatasan tempat dan fasilitas, maka dibatasi jumlah pesertanya 45 orang," Sekretaris I Pensosbud John Admiral kepada detikcom.
Pelatihan membatik berlangsung selama tiga hari, diselenggarakan oleh KBRI Athena bekerjasama dengan Ionion Centre of Arts and Culture (ICAC) Kefalonia, Yunani.
Peserta dibagi dalam tiga kelas kategori: seniman, pelajar dan masyarakat umum dengan tiap kelasnya sebanyak 15 orang. Selain itu juga ada satu sesi kelas khusus untuk pelajar berkebutuhan khusus.
Materi pelatihan terbagi dua, teori dan praktek. Untuk memberikan pengetahuan awal dan pemahaman para peserta mengenai batik, maka kelas diawali dengan penayangan video singkat tentang perkembangan batik di Indonesia dan proses pembuatannya.
Para peserta melakukan tahapan proses membatik mulai dari mencanting, mewarnai dan mengeringkan. Semua peralatan dan perlengkapan membatik untuk para peserta disediakan oleh KBRI Athena.
Untuk mengembangkan materi pelatihan yang telah diperoleh, para peserta mendapat compliment berupa satu set peralatan membatik terdiri dari canting, kain bermotif dan papan lingkaran kain.
Pelatihan membatik ini selain mendapat perhatian dan sambutan hangat dari masyarakat juga dari pemerintah kota Kefalonia. Walikota Kefalonia hadir dan menyaksikan langsung jalannya pelatihan. Pelatihan juga diliput oleh stasiun radio setempat.
Mempertimbangkan besarnya minat dan perhatian pemerintah dan masyarakat Kefalonia terhadap seni budaya Indonesia, maka KBRI Athena ke depan akan mengembangkan kerjasama seni dan budaya lebih lanjut dengan ICAC.
"Antara lain menyelenggarakan kelas memasak kuliner Indonesia dan kelas tari tradisional Indonesia," demikian Duta Besar RI untuk Yunani Benny Bahanadewa.
ICAC adalah salah satu lembaga pendidikan, riset dan seni internasional terkemuka di Kefalonia, Yunani. Lembaga ini memiliki kerjasama riset seni dan budaya dengan universitas di Amerika Serikat, Inggris dan Australia.
Sejak 2010 ICAC telah menyelenggarakan berbagai program pelatihan di bidang pendidikan, riset dan seni dengan mengundang seniman dan akademisi internasional.
Belajar Membatik, Peserta Mas dan Mbak Diajak Keliling Kenep
Tidak hanya belajar cara membatik dan mengenal jenis batik, peserta pemilihan Mas dan Mbak Sukoharjo 2015, diajak berkeliling di Desa Wisata Kreatif Kenep, Kecamatan Sukoharjo.
Sekretaris Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Kenep, Agus Samiyono menerangkan, peserta mendapat kesempatan untuk mengenal desa yang ditetapkan menjadi kawasan wisata unggulan di Kota Makmur.
Di antaranya ke industri batik, pembuatan karak atau rambak, argowisata, industri jenang dan masjid tertua di Kota Makmur, Darussalam yang menjadi tempat perjuangan pejuang Kemerdekaan RI. “Mereka pun terlihat menikmati saat belajar membatik,”.
Dikatakan Agus, selama ini Desa Kenep menjadi tujuan wisata. Tidak hanya bagi wisatawan lokal, tetapi luar negeri. Dengan pembangunan infrastruktur jalan (betonisasi, red) di kawasan tersebut yang tengah dilakukan Pemprov Jawa Tengah, diharapkan terus mengangkat pariwisata di Desa Kenep.
Selama ini, wisatawan pun tidak hanya bisa menikmati industri kreatif, wisata sejarah dan argowisata. “Juga terdapat lokasi outbond. Peserta kami ajak, biar melihat potensi desa,”.
Dia menambahkan, peserta juga mendapatkan sajian kesenian dari siswa SD Negeri 1,2 dan 3 Kenep. Anak anak SD itu, menampilkan karawitan yang diiringi gending Kodok Ngorek dan tari-tarian Jawa yang cukup memanjakan mata.
Sebagai bentuk penghormatan pada peserta yang melakukan kegiatan di Desa Kenep, juga disematkan selendang batik khas oleh Lurah Kenep, Sugiyatno. “Kesenian Jawa kami sengaja tampilkan melalui kreasi anak-anak SD, biar lebih mengena,” aku dia.
Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga, Suramto dalam sambutannya mengungkapkan, peserta diharapkan bisa mengambil nilai positif dari kunjungan ke desa-desa. Di antaranya dalam masalah pelestarian kekayaan budaya Jawa, seperti membatik. Nantinya, setelah benar-benar terjun dalam masyarakat, Duta Wisata 2015 harus bisa memasarkan dan mempopulerkan wisata di Kota Makmur. “Mereka belajar hulu, kemudian selanjutnya mereka harus mempraktekkan,”
Table Runner Batik Jadi Suvenir Pernikahan Gibran – Selvi
Hal yang sering menjadi bahan perbincangan dalam sebuah pernikahan adalah suvenir. Begitu pula pada pernikahan akbar yang digelar Gibran Rakabuming dan Selvi Ananda.
Sejak diumumkan akan menikah beberapa bulan lalu hingga mendekati hari H, perihal suvenir ini selalu ditanyakan. Akhirnya jawaban dari pertanyaan itu terungkap tepat pada hari H pernikahan putra sulung Presiden Joko Widodo ini.
Dari tangan para tamu terlihat ada barang diwadahi plastik berbentuk silinder. Saat dibuka dan ditunjukkan kepada wartawan, suvenir itu berupa table runner (taplak) bermotif batik dan bertuliskan Gibran-Selvi.
Yohana, salah satu tamu yang memamerkan suvenir itu mengaku sering mendapatkan benda yang mirip saat menghadiri resepsi pernikahan. Menurutnya, cinderamata sejenis taplak ini lazim diberikan kepada tamu undangan.
“Hanya saja yang beda di suvenir ini ada tulisan Gibran dan Selvi,”.
Yohana diundang ke pernikahan putra sulung Presiden Joko Widodo ini karena teman dekat dengan Irana Jokowi. Kebetulan putra Yohanan adalah teman satu kelas Kaesang Pangarep anak bungsu Jokowi.
“Saya sering bertemu Bu Iriana dan teman arisan. Jadi ikut diundang datang hari ini (kemarin),” katanya.
Tamu undangan lainnya yang juga tetangga Presiden Jokowi, Ny Agus mengaku ikut bahagia tetangganya yang juga orang nomor satu ini punya gawe. “Senanglah mendapatkan undangan dari presiden. Suvenir dan undangan ini yang menjadi bukti, nanti akan disimpan di rumah,”.
Thursday, June 11, 2015
Bolu Batik Oleh-oleh Khas Kota Padang
Seni membuat batik tidak hanya bisa dituangkan lewat wadah kain atau kayu, namun juga bisa dibuat di atas kue. Di kota Padang, Sumatera Barat, sebanyak 12 jenis motif batik tradisional dari berbagai daerah di tanah air diukir di atas kue bolu, makanan ini dinamakan bolu batik. Makanan inipun menjadi khas buah tangan bagi wisatawan yang berkunjung ke kota Padang.
Para wanita muda ini bukanlah sedang melukis di atas kanvas atau kain, melainkan sedang membuat kue bolu gulung batik. Di atas wadah alumunium atau loyang yang dilapisi kertas minyak berukuran 50 kali 50 centimeter, dengan cekatan mereka menorehkan krim kue yang terbuat dari tepung maizena yang dicampur dengan pewarna makanan hingga membentuk seperti lukisan bermotif batik.
Salah satunya motif batik Minang yakni "Itiak Pulang Patang dan Kaluak Paku", serta batik Jawa dan Kalimantan, dan juga 12 motif batik tradisional lainnya.
Seni membuat batik dari bahan kue ini diperlukan kejelian dan ketelatenan dalam memilih perpaduan warna, sehingga membuat tampilannya menjadi menarik dan enak dipandang mata.
Sambil di dinginkan, kemudian adonan kue bolu yang terbuat dari kuning telur serta tepung terigu diaduk hingga halus, kemudian di tiriskan diatas loyang yang bermotifkan batik tersebut.
Setelah permukaannya diratakan, di bakar di dalam oven dengan suhu 70 hingga 80 derjat, selama 25 menit. Perlahan kue bolu diangkat dan dibalikan dengan pelan-pelan agar tidak rusak.
Sehingga jadilah kue bolu dengan motif batik diatasnya. Setelah di olesi dengan selai blueberry dan stroberi, kemudian kue tersebut digulung sehingga berbentuk seperti tabung. Bolu gulung batikpun siap di sajikan.
Industri bolu yang terletak di kawasan Nurul Iman, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang ini diciptakan oleh Desy. Ia mengaku mendapatkan ide membuat kue bolu gulung batik ini dari kunjungannya ke beberapa daerah saat berlibur, dan melihat berbagai jenis motif batik dari sejumlah kain dan pakaian, yang kemudian dituangkannya di atas kue.
"Dalam satu harinya, bisa membuat 100 buah kue bolu batik ini, dan selalu ludes di borong,"
Untuk satu bolu batik dijual seharga Rp60 ribu. Dan makanan inipun sudah menjadi khas bagi para wisatawan lokal maupun luar daerah sebagai buah tangan dari kota Padang.
Selain rasanya yang lembut, motif batik nan indah di atas kue inipun menjadi daya tarik dan selera para pecinta kuliner di tanah air. Jika Anda sedang berkunjung ke kota Padang, tidak ada salahnya untuk mencoba makanan yang satu ini.
Wednesday, June 10, 2015
Bayu Ramli Peragakan Busana Batik Khas Magelang
Kekayaan batik khas Magelang menarik perhatian Bayu Ramli, Pemilik Exis’t Modelling Semarang yang memiliki murid model-model terbaik Jawa Tengah. Ia pun begitu semangat ketika menampilkan batik khas Kota Tidar itu di atas panggung Festival Jamu dan Kuliner, semalam.
Sebanyak 10 model wanita cantik dan pria ganteng tampil di hadapan ratusan penonton dengan mengenakan aneka batik khas Magelang. Mereka berlenggak-lenggok di atas dan di bawah panggung sambil sesekali tersenyum manis seolah mengajak masyarakat mengenakan batik seperti mereka.
Tidak lupa, segenap masyarakat dari anak-anak hingga orang tua begitu antusias melihat aksi mereka sambil sesekali mengabadikannya dengan kamera. Dengan diiringi musik disco sentuhan disc jocky (DJ) Ocka Diamondika (16), masyarakat terlihat sangat menikmati fashion show itu.
“Tidak hanya kali ini saya bawa model-model untuk peragaan busana di Magelang. Tapi, kali ini sangat beda, karena yang ditampilkan adalah batik-batik khas Magelang, yang oleh saya baru kali pertama ini,” ujar Bayu Ramli di sela acara.
Bayu menilai, batik khas Magelang memiliki motif yang apik dan warna-warna beragam. Termasuk memiliki ciri khas yang tidak dimiliki daerah lain, seperti Pekalongan atau Solo. Hal ini membuat penampilan para model malam itu begitu apik, mengingat batik yang dikenakan juga apik.
“Di sini saya ingin menunjukan pada masyarakat, batik Magelang tidak kalah menarik dari batik daerah lain. Banggalah warga Magelang yang memiliki ciri khas batiknya sendiri, yang saya harap akan terus berkembang,”.
Batik yang dipakai para model sendiri berasal dari beberapa perajin batik yang tergabung dalam Paguyuban Batik Magelang. Bahkan, Bayu mengikutsertakan para perajin tersebut ke atas *catwalk* dengan tujuan masyarakat lebih mengenal mereka.
Yupita (38), Pemilik Batik Srikandi, salah satunya. Ia menampilkan tujuh buah koleksinya yang dikenakan para model. Di antaranya bermotif suruh ayu, trunan, bayeman, dan lainnya. Wanita berhijab itu pun terlihat antusias memakaikan batiknya ke model.
“Baru dua kali ini saya ikut fashion show dan baru pertama kali dengan Bayu Ramli. Tentu senang bisa terlibat di sini dan saya harap batik Magelang makin populer,”
Anak-anak Norwegia antusias belajar membatik
Anak anak dari berbagai bangsa dengan antusias mengikuti workshop membatik jumputan yang diadakan KBRI Oslo dalam acara festival anak terbesar di Norwegia "Stoppested Verden" yang diadakan di Museum Kereta Api kota Hamar, sekitar 115 km di sebelah utara Oslo.
Paviliun Indonesia pada festival tahun ini menampilkan kegiatan utama berupa workshop batik jumputan, demikian Sekretaris Tiga KBRI Oslo, Dilla Trianti kepada Antara London, Rabu.
Dikatakannya para pengunjung, terutama anak-anak terlihat antusias mengikuti kegiatan tersebut. Mereka mengikat dan mencelupkan batik ke dalam berbagai bentuk dan warna berdasarkan kreatifitas masing-masing, sehingga hasilnya pun terlihat menarik dan beragam.
Beberapa anak bahkan tidak puas dengan hanya satu karya dan membuat beberapa batik dengan motif dan warna yang berbeda. Selama dua hari, workshop batik di pavilion Indonesia dibanjiri pengunjung.
Selain itu, pavilun Indonesia menawarkan berbagai kegiatan atraktif berupa permainan tradisional Indonesia yang tidak hanya menarik perhatian dan keingintahuan anak-anak, tetapi juga para orang tuanya.
Permainan tradisional Indonesia, seperti dakon, gasing, egrang, lompat karet dan lempar gelang memancing tawa gembira dan celoteh riang anak-anak saat memainkannya.
Kelompok Anak Indonesia kembali tampil menyemarakkan panggung utama, dengan menampilkan tari Renggong Manis yang dalam penampilannya, lenggang gemulaipenari mendapatkan sambutan meriah dari pengunjung.
Dalam kesempatan menghadiri festival, Dubes RI Yuwono A. Putranto menyampaikan rasa gembiranya bahwa KBRI dapat kembali berpartisipasi dalam Stoppested Verden 2015.
Promosi budaya melalui aktivitas interaktif seperti workshop batik dan permainan tradisional bagi anak sangat efektif, karena kegiatan tersebut mempunyai daya tarik tersendiri yang akan tertanam dalam benak anak-anak Norwegia hingga dewasa.
Hal ini diharapkan akan menarik minat mereka serta orang tuanya untuk mengagumi keberagaman budaya dan etnik Indonesia yang selanjutnya bisa mengunjungi Indonesia. Festival ini juga menunjukkan masyarakat Norwegia yang semakin multi kultur, ujarnya Dubes Yuwono.
Melalui festival ini, anak-anak dibawa mengelilingi dunia dengan konsep, transportasi mendekatkan budaya dan bangsa. Terdapat 32 peserta, mewakili 32 kebudayaan antara lain: Afghanistan, Amerika Serikat, Brasil, Burkina Faso, Ceko, Ethiopia, Filipina, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Nigeria, Palestina, Perancis, Sri Lanka, Somalia, Sudan, Swedia, Thailand, dan Vietnam.
Festival yang diadakan sejak tahun 2008 ini dihadiri kurang lebih sekitar 9.700 pengunjung dalam dua hari penyelenggaraannya.
Saturday, June 6, 2015
Batik Lasem, Warisan Anak Buah Laksamana Cheng Ho
Lasem adalah sebuah kota kecil di pantai
utara jawa yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kota
lasem dikenal dengan julukan sebagai Tiongkok Kecil (Little Tiongkok).
Hampir di seluruh kota terdapat rumah kuno Tionghoa dan kelenteng.
Selain dikenal sebagai kawasan pecinan, batik lasem juga dikenal
masyarakat. Batik laseman adalah batik bergaya pesisiran dengan motif
dan warna yang cerah dan berani.
Sejarah Batik Lasem erat hubungannya
dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1413. Cerita Sejarah
Lasem karangan Mpu Santri Badra di tahun 1401 Saka (1479 M), ditulis
ulang oleh R Panji Kamzah tahun 1858 menyebutkan, anak buah kapal Dhang
Puhawang Tzeng Ho dari Negara Tiong Hwa, Bi Nang Un dan istrinya Na Li
Ni memilih menetap di desa Bonang setelah melihat keindahan wilayah
Lasem.
Di pinggir pantai Bonang itu, Na Li Ni membatik bermotifkan burung
hong, liong, bunga seruni, banji, mata uang dan warna merah darah ayam
khas tionghoa. Motif ini menjadi ciri khas batik lasem. Na Li Ni
mengajarkan teknik batik kepada anak-anak warga Lasem di Kemendung
(Lasem) kurang lebih tahun 1420 Masehi.
Motif batik lasem ternyata disukai
banyak orang. Sehingga pedagang antar pulau dengan kapal kemudian
mengirim batik lasem ke seluruh wilayah Nusantara. Bahkan diawal abad
XIX batik lasem diekspor ke Thailand dan Suriname. Saat itu batik lasem
mengalami masa kejayaan.
Masa kejayaan batik mulai surut tahun 1950-an. Penyebab utama
kemunduran batik lasem adalah karena terdesak oleh maraknya batik cap di
berbagai daerah. Selain itu, juga dikarenakan kondisi politik yang
menyudutkan etnis Tionghoa yang merupakan penguasa perdagangan batik
lasem.
Menurut data Forum Economic Development (Fedep) Rembang, tahun
1950-an ada sekitar 140 pengusaha batik lasem. Tahun 1970-an jumlahnya
merosot hingga tinggal separo. Puncaknya tahun 1980-an pengusaha batik
lasem hanya tinggal mencapai 7 orang saja yang aktif. Selanjutnya
perkembangan batik lasem terus mengalami pasang dan surut. Beberapa
tahun terakhir mulai bangkit lagi.
Motif batik tulis lasem yang terkenal adalah latohan dan watu
pecah. Motif latohan berasal dari jenis rumput laut yang banyak
ditemukan di kawasan laut Lasem. Latoh termasuk makanan khas Lasem yang
bisa dibuat urap sebagai lauk. Bentuknya bulat-bulat kecil seperti
anggur.
Ciri khas lain batik tulis lasem adalah warna, yakni merah darah
ayam. Warna itu tak bisa ditiru oleh pengrajin batik di wilayah lain.
Air untuk mencampur pewarna merah mengandung zat khusus dari gunung
Lasem, Argopuro.
Jika air dari Lasem dicampur dengan cat akan menghasilkan warna
cerah yang berbeda dari yang lain. Itu tak bisa ditiru pengrajin batik
di kota lain karena pengaruh dari letak geografis Lasem.
Pengrajin batik yang tertua dalah Sigit Witjaksono atau Nyo Tjoen
Hian. Sigit Witjaksono lahir pada 1929. Lelaki yang kini berusia 85
tahun itu mewarisi usaha batik dari sang ayah, Nyo Wat Dyiang, yang
berdiri pada 1923. Sigit menamakan usaha kerajinan batiknya Sekar
Kencana.
Dipamerkan di Lima, Batik Jadi Idaman Pengusaha dan Desainer Peru
KBRI Lima berpartisipasi pada Pameran Peru MODA 2015 di Pentagonito, Lima, Peru pada 27-29 Mei 2015 lalu. Dalam pameran tersebut, batik yang dipamerkan dalam berbagai desain menjadi idaman dari pengusaha dan desainer yang menghadiri acara tersebut.
Dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/6/2015), KBRI Lima menjelaskan bahwa produk yang dipamerkan adalah pakaian Batik pria dan wanita, scarves batik, dan kain batik dari berbagai daerah seperti Cirebon, Ngawi, Yogya, Pekalongan, Jambi, Solo, Lasem, dan Madura yang dimiliki KBRI. Selain KBRI, ada juga peserta lain dari Indonesia yaitu produsen dan eskportir benang.
Selama pameran, stand KBRI dikunjungi kurang lebih 420 pengunjung. Aneka produk batik yang dipamerkan memberikan daya tarik tersendiri dan mendapatkan perhatian yang besar pengusaha dari berbagai negara yang dan masyarakat Peru yang menghadiri Pameran Peru MODA 2015.
Pengusaha asing yang mengunjungi Stand KBRI antara lain dari Brazil, Chile, Uruguay, Swedia, Inggris dan Amerika Serikat. Selain itu, Stand KBRI juga dikunjungi dan mendapatkan perhatian dari para mahasiswa berbagai sekolah mode (school of design) Peru yang tertarik dan kagum dengan pakaian bermotif batik. Mereka berminat untuk menggunakan batik sebagai bahan/media dasar untuk rancangan.
KBRI mendapatkan kurang lebih 56 permintaan informasi bisnis (business inquiry) dari berbagai pengusaha asing dan Peru yang ingin mendapatkan produk-produk Indonesia meliputi bahan fabric dengan motif batik, fabric berasal dari serat alam (natural fibre), sepatu casual, batik pria dan wanita casual, scarves, batik pria dan wanita formal, batik kantor, sarung pantai, jewelry dan aksesoris, tas pantai, sepatu casual, sepatu dan sandal pantai, cotton yarn, polyester yarn, organic cotton, batik anak-anak, denim jeans, dan sepatu olahraga.
Selama tiga hari pameran, secara periodik juga dilangsungkan fashion show yang menampilkan rancangan para designer Peru. Secara keseluruhan, terdapat 22 sesi fashion show yang terbuka bagi pengunjung. Fashion show selalu diminati para pengunjung yang bersedia menunggu dengan antri hingga satu jam sebelum acara dimulai.
Pameran ini diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan Luar Negeri dan Pariwisata (Ministerio de Comercio Exterior y Turismo / Mincetur), PromPeru (Badan Promosi Ekspor dan Pariwisata Peru) bersama-sama dengan Kementerian Luar Negeri (Ministerio de Relacion Exterior / MRE), Asosiasi Eksportir (Asociacion de Exportadores / ADEX), Kamar Dagang Lima (Camara de Comercio de Lima / CCL), Komunitas Perdagangan Luar Negeri (Sociedad de Comercio Exterior del Peru / COMEXPERU) dan Komunitas Industri Nasional (Sociedad Nacional de Industrial / SNI).
Pameran diikuti oleh tidak kurang dari 160 peserta yang menampilkan 6 (enam) produk utama yaitu tekstil, garmen, footwear, jewelry, raw material dan services. Produk-produk utama tersebut mencakup antara lain yarn, fabric, shawl, gloves, scarves, bags, purses, wallets, sport shoes, women’s shoes, men’s shoes, children’s shoes, shirts, jacket, coats, leather and skins, socks, mannequins and hangers, dan denim garments.
Muncul Batik Cap dan Digital, Adakah Pergeseran Nilai Budaya pada Batik?
Batik saat ini telah mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Ramai-ramai, bangsa Indonesia mulai bangga menggenakan kain bercorak yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya bangsa ini. Namun, seiring dengan permintaan terhadap batik yang kian meningkat, timbul fenomena baru yakni batik cap dan digital yang diproduksi secara massal.
Seiring kemajuan, timbul juga kecemasan saat batik diproduksi dalam jumlah besar dengan teknik cap dan digital. Kecemasan akan terjadinya pergeseran nilai budaya pada batik itu sendiri. Apalagi, belakangan diketahui, batik cap atau digital juga banyak diproduksi di negeri Tiongkok, yang mana bukan diolah di Indonesia.
Menjawab permasalahan tersebut, Ratna Panggabean, wanita yang terkenal dengan komitmennya melakukan pemberdayaan budaya serta kerajinan di Indonesia sejak tahun 1975, mengungkapkan pendapat pribadinya, "Banyak orang yang anti dengan batik digital. Namun itu ada karena permintaan pasar yang tinggi," Menurut Ratna, ketika Tiongkok turut menjual batik dengan teknik digital, sebenarnya hal tersebut terjadi lantaran permintaan di Indonesia yang sudah teralu tinggi dan tak dapat ditampung lagi. "Pangsa pasar batik produksi Tiongkok dengan Indonesia memang berbeda. Begitu pula dengan pangsa pasar batik digital dengan batik tulis. Batik tulis masih terbilang tinggi dari segi permintaan,".
Ratna yang aktif melihat perkembangan tekstil di Indonesiaa kemudian mencoba memberikan contoh dengan seragam sekolah batik. Apabila dibuat dari batik tulis, hal tersebut sungguh tak memungkinkan mengingat proses pembuatan batik tulis yang rumit dan memakan waktu lama hingga dibanderol dengan harga tinggi.
Untuk urusan pergeseran nilai budaya pada batik, Ratna mengingatkan corak batik memang dibagi menjadi dua, yakni corak yang dibuat khusus untuk upacara budaya, contohnya corak batik dari Keraton Yogya dan corak batik yang dijadikan komoditas dagang seperti misalnya corak batik pesisir dari Pekalongan. Jadi, memang sudah ada pembagiannya.
Tampilkan Kreasi Batik di Stadion Krida Bhakti Purwodadi
Pengenalan batik tidak hanya untuk pakaian resmi saja. Namun, bisa digunakan untuk bahan karnival. Seperti yang dilakukan komunitas Grobogan Carnival Center (GCC). Mereka mengenalkan batik dengan kostum yang menarik.
”Kita ingin mengenalkan batik Grobogan tidak hanya pada pakaian resmi saja. Tetapi bisa dibuat menarik dengan pakaian karnival,” kata Farida Wirajayanti, owner GCC didampingi Tandiono Adi Triutomo di Stadion Krida Bhakti Purwodadi kemarin.
Untuk pengenalan batik diperlukan kreatifitas setiap waktu. Sebab, tidak hanya membuat tampilan menarik, tetapi membuat kostum lebih menarik lagi. Hal itu berkaitan untuk menarik perhatian dari warga.
”Rencananya pada 12 Juni mendatang, kami akan mengikuti Batik Carnival Solo mewakili Kabupaten Grobogan. Sebelum mengikuti kami berlatih secara maksimal agar dapat hasil memuaskan,”
Selain mempromosikan, pihaknya mengajak pada generasi muda untuk mencintai batik. Salah satunya dengan mengajarkan cara membuat batik, fashion show, class public, dan entertainment. Kegiatan itu dilakukan agar batik Grobogan semakin terkenal tidak hanya di daerah sendiri tetapi merambah ke berbagai daerah.
Monday, June 1, 2015
FT UNY Gelar Pelatihan Membatik Dharmawanita
Dharmawanita Fakultas Teknik (FT) UNY mengadakan pelatihan membatik dari rumah Batik Morinda, Solo. Pelatihan itu didampingi oleh Dr Sarah Rum Handayani dosen Tekstil dari UNS, dengan menekankan pada proses serta pewarnaan batik. Kegiatan ini juga menjadi ajang silaturahmi ke keluarga Wakil Dekan II FT UNY Dr Dwi Rahdiyanta yang juga berdomisili di Solo.
Bruri Triyono selaku ketua Dharmawanita FT UNY menjelaskan bahwa kegiatan itu sebagai ajang untuk memperkuat rasa persaudaraan antara keluarga besar FT UNY. ”Kita berharap Dharmawanita bukan hanya menjadi kegiatan milik ibu-ibu saja namun dharmawanita diharapkan menjadi wadah untuk berkumpul seluruh keluarga di FT UNY,”
Itu juga baru kali pertama kegiatan Dharmawanita dilaksanakan di luar kampus agar ada nuansa dan suasana baru sehingga diharapkan makin meningkatkan kebersamaan diantara keluarga besar FT UNY.
Dr Sarah Rum Handayani sebelum memulai pelatihan menjelaskan tentang jenis-jenis pewarna yang biasa digunakan dalam membatik serta keunggulan-keunggulannya. Pihaknya menjelaskan bahwa cukup banyak pewarna yang menggunakan bahan alami seperti secang yang mampu memberikan warna merah yang cukup kuat. Setelah mendapat serangkaian penjelasan, ibu-ibu Dharmawanita FT UNY pun langsung melakukan praktik dari mewarnai, pewarnaan hingga pencelupan akhir kain batik.
Subscribe to:
Posts (Atom)
-
Dalam masyarakat kraton jawa,membatik dianggap sebagai kegiatan pengabdian kepada raja. Batik Kraton Batik kraton adalah jenis ba...
-
Batik motif khas Biak, Papua hasil karya lima sanggar pengrajin batik akan diperkenalkan ke masyarakat pada 28 Oktober 2014. ...