Selain dikenal sebagai kawasan pecinan, batik lasem juga dikenal
masyarakat. Batik laseman adalah batik bergaya pesisiran dengan motif
dan warna yang cerah dan berani.
Sejarah Batik Lasem erat hubungannya
dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1413. Cerita Sejarah
Lasem karangan Mpu Santri Badra di tahun 1401 Saka (1479 M), ditulis
ulang oleh R Panji Kamzah tahun 1858 menyebutkan, anak buah kapal Dhang
Puhawang Tzeng Ho dari Negara Tiong Hwa, Bi Nang Un dan istrinya Na Li
Ni memilih menetap di desa Bonang setelah melihat keindahan wilayah
Lasem.
Di pinggir pantai Bonang itu, Na Li Ni membatik bermotifkan burung
hong, liong, bunga seruni, banji, mata uang dan warna merah darah ayam
khas tionghoa. Motif ini menjadi ciri khas batik lasem. Na Li Ni
mengajarkan teknik batik kepada anak-anak warga Lasem di Kemendung
(Lasem) kurang lebih tahun 1420 Masehi.
Motif batik lasem ternyata disukai
banyak orang. Sehingga pedagang antar pulau dengan kapal kemudian
mengirim batik lasem ke seluruh wilayah Nusantara. Bahkan diawal abad
XIX batik lasem diekspor ke Thailand dan Suriname. Saat itu batik lasem
mengalami masa kejayaan.
Masa kejayaan batik mulai surut tahun 1950-an. Penyebab utama
kemunduran batik lasem adalah karena terdesak oleh maraknya batik cap di
berbagai daerah. Selain itu, juga dikarenakan kondisi politik yang
menyudutkan etnis Tionghoa yang merupakan penguasa perdagangan batik
lasem.
Menurut data Forum Economic Development (Fedep) Rembang, tahun
1950-an ada sekitar 140 pengusaha batik lasem. Tahun 1970-an jumlahnya
merosot hingga tinggal separo. Puncaknya tahun 1980-an pengusaha batik
lasem hanya tinggal mencapai 7 orang saja yang aktif. Selanjutnya
perkembangan batik lasem terus mengalami pasang dan surut. Beberapa
tahun terakhir mulai bangkit lagi.
Motif batik tulis lasem yang terkenal adalah latohan dan watu
pecah. Motif latohan berasal dari jenis rumput laut yang banyak
ditemukan di kawasan laut Lasem. Latoh termasuk makanan khas Lasem yang
bisa dibuat urap sebagai lauk. Bentuknya bulat-bulat kecil seperti
anggur.
Ciri khas lain batik tulis lasem adalah warna, yakni merah darah
ayam. Warna itu tak bisa ditiru oleh pengrajin batik di wilayah lain.
Air untuk mencampur pewarna merah mengandung zat khusus dari gunung
Lasem, Argopuro.
Jika air dari Lasem dicampur dengan cat akan menghasilkan warna
cerah yang berbeda dari yang lain. Itu tak bisa ditiru pengrajin batik
di kota lain karena pengaruh dari letak geografis Lasem.
Pengrajin batik yang tertua dalah Sigit Witjaksono atau Nyo Tjoen
Hian. Sigit Witjaksono lahir pada 1929. Lelaki yang kini berusia 85
tahun itu mewarisi usaha batik dari sang ayah, Nyo Wat Dyiang, yang
berdiri pada 1923. Sigit menamakan usaha kerajinan batiknya Sekar
Kencana.
No comments:
Post a Comment