Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan
malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan
bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan
diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk
membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok
semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode
Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku
Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di
Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan
menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang
dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap
baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
Walaupun
kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri
tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini
kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau
ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto
(arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah
seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa
wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi
diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.
G.P. Rouffaer juga
melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di
Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa
dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa
canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.
Legenda dalam
literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana
Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India
agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga
pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia
membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam
perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat
sang Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir, serasah itu ditafsirkan
sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama
kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir
Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa
semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda
Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat
berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad
ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan
di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia
memukau publik dan seniman.
Semenjak industrialisasi dan
globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru
muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik
tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan
canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari
Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.
Sumber : //www.pekalongankab.go.id
No comments:
Post a Comment