Isteri Duta Besar Indonesia untuk
Amerika, Rosa Rai Djalal, membuka pameran batik bertajuk Indonesian Batik:
World Heritage di KBRI Washington awal pekan ini. Acara ini dihadiri
puluhan tamu undangan, termasuk warga Amerika yang ingin mengenal batik lebih
jauh.
Pameran menampilkan sekitar 60 kain batik dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Solo, Cirebon, Pontianak, dan lain-lain. Sebagian koleksinya didatangkan oleh Wastaprema atau Himpunan Pencinta Kain Adat Indonesia, demikian menurut Ketua Himpunan tersebut, Adiati Arifin Siregar. “Ada yang dari tahun 1920-an dan 1930-an milik salah satu teman kami, tapi dalam kondisi baik. Batik memerlukan perawatan yang baik namun alami, jadi jangan terlalu banyak menggunakan bahan kimia, karena yang alami lebih awet,” ujar Adiati.
Pameran menampilkan sekitar 60 kain batik dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Solo, Cirebon, Pontianak, dan lain-lain. Sebagian koleksinya didatangkan oleh Wastaprema atau Himpunan Pencinta Kain Adat Indonesia, demikian menurut Ketua Himpunan tersebut, Adiati Arifin Siregar. “Ada yang dari tahun 1920-an dan 1930-an milik salah satu teman kami, tapi dalam kondisi baik. Batik memerlukan perawatan yang baik namun alami, jadi jangan terlalu banyak menggunakan bahan kimia, karena yang alami lebih awet,” ujar Adiati.
Nanies Hakim, salah seorang anggota
perkumpulan tersebut, membawa beberapa koleksinya, termasuk kain batik tulis
bermotif merak asal Pekalongan, yang berusia lebih dari 80 tahun. “Suatu
kehormatan bagi saya untuk bisa ikut di sini memamerkan batik Indonesia. Batik
kita sudah diakui oleh dunia, jadi kita bangga punya warisan sebegitu
bagusnya,” kata Nanies.
Demonstrasi membatik dengan canting
sebagai bagian dari pameran Indonesian Batik: World Heritage di KBRI,
Washington, Senin (11/7).
Kepala Museum Tekstil Jakarta, Indra Riawan, mengatakan ia ingin menunjukkan bahwa batik bukan sekedar kain dengan keindahannya.
Menurut Indra, “Sebetulnya batik yang mendapatkan pengakuan dari UNESCO adalah batik Indonesia mempunyai filosofi, bermakna dan mempunyai berbagai simbol yang bermanfaat bagi masyarakat untuk menjadi pedoman kehidupan.”
Claire Wolfowitz, isteri mantan Dubes Amerika untuk Indonesia, Paul Wolfowitz, turut menghadiri acara peluncuran pameran itu. Ia menyebut batik sebagai seni yang indah, apalagi proses pembuatannya juga tidak mudah, sehingga harus lebih dihargai. “Kita harus lebih memberikan apresiasi. Apalagi begitu banyak waktu yang keahlian khusus yang dibutuhkan untuk membuatnya. Batik adalah karya seni, bukan hanya tekstil,” ujar Claire.
Sejak mendapat pengakuan dari Situs Warisan Dunia UNESCO, batik semakin bergaung di dalam dan luar negeri. Berbagai upaya untuk lebih menduniakan batik juga terus dilakukan.
Sumber : voaindonesia.com
No comments:
Post a Comment