Selamatkan Batik Kuno
Mengenakan batik kini
menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi warga Indonesia. Citra batik
kian naik seiring meningkatnya kesadaran untuk mempopulerkannya melalui
beragam cara, seperti menjadikannya sebagai fesyen harian untuk seragam
kantor, pakaian yang gaya untuk bersantai, hingga aksesories pemanis
utama untuk ruangan tamu di rumah.
Namun di balik semua
itu, ada beberapa hal yang patut kita renungkan bersama. Kini, banyaknya
pemakaian batik dan kain dengan motif batik membuat kita lupa dengan
keberadaan kain-kain batik kuno yang merupakan peninggalan sejarah dari
kain dunia milik Indonesia ini.
Di Museum Tekstil Jakarta,
kain-kain batik kuno koleksinya hanyalah sebagian kecil dari kain-kain
batik mahakarya yang kini telah berpindah tangan ke beberapa kolektor
kain-kain tua berharga di luar negeri.
“Koleksi yang ada
di museum ini hanyalah beberapa kain batik kuno yang sempat diselamatkan
kolektor nasional kita dan disumbangkan untuk museum ini sebagai bukti
bahwa kain batik kita begitu indah dan layak dicintai,” terang Ratih,
Staf Museum. Ia juga menyebutkan 786 koleksi kain batik seluruh
Nusantara. “Sayangnya,” kata Ratih, “yang kuno tidaklah mencapai angka
setengahnya.”
“Walau batik kini diakui sebagai salah satu
warisan Indonesia untuk dunia, setiap pekan, orang Indonesia yang ke
museum ini untuk melihat dan mempelajari batik tidak mencapai 100
orang,” jelas Agus, staf pemegang karcis masuk di Museum Tekstil.
Batik Jawa Hokokai
Kondisi ini membuat sejumlah kolektor batik nasional pun mulai was-was
dengan keberadaan kain batik kuno yang ditengarai sudah tidak berada di
Indonesia lagi. Beberapa batik kuno ini merupakan peninggalan dari
Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta, serta kain batik Jawa Hokokai
yang rata-rata dibuat para pembatik dari Jawa Tengah edisi tahun
1944-1945. Kain batik Jawa Hokokai dibuat berdasarkan permintaan
Pemerintah Jepang untuk dijadikan buah tangan mereka.
“Saat
ini banyak sekali batik kuno kita yang tersebar di luar negeri.
Kolektor kain kuno luar negeri amat menyukai batik kita, dan mereka rela
untuk mendapatkan batik kuno kita dengan membayar berapapun harganya,”
ungkap Kepala Galeri Batik Museum Tekstil Jakarta, Tumbu Ramelan.
Menurut
Tumbu, salah satu keistimewaan batik kuno Indonesia dengan kain-kain
kuno lainnya dari negara lain adalah kain batik kuno ini dulunya identik
dengan filosofi kehidupan serta erat kaitannya dengan doa-doa
keselamatan yang dituangkan seorang pembatik pada kain batiknya. Selain
itu, keunikan dari tulisan dan gambar-gambar di kain batik tersebut
tidak akan ditemukan pada kain-kain lainnya. Terlebih, kain batik yang
diperuntukkan khusus bagi para pembesar atau raja dan sultan yang
memerintah di tanah Jawa sangat sarat dengan tulisan petuah-petuah hidup
untuk sang raja.
“Itulah sebabnya saya dan para kolektor
kain batik nasional kini melakukan pencarian pada keberadaan kain batik
kuno kita,” ujar Tumbu dengan nada mantap. “Walau sangat berat, namun
kami berusaha agar kain batik kuno yang masih ada di Indonesia, akan
tetap berada di Indonesia,” terangnya lagi sembari menyebut bahwa
beberapa kain batik kuno yang tersisa kini tengah menjadi incaran para
kolektor kain luar negeri.
Harga kain batik kuno seperti batik Hokokai, disebut Tumbu, kini harganya mencapai 30 juta hingga 50 juta rupiah per lembar.
Ancaman Kolektor Asing
Dari penelusuran,
beberapa kain batik kuno seperti batik Lawasan, batik Mega Mendung,
batik Tjokrohadi Lawas, batik Tasikan, dan beberapa batik dari Cirebon,
yang kesemuanya adalah batik tulis lawas berusia 100 tahun, terpampang
di salah satu situs penjualan Kaskus. Kain-kain ini hanya dibanderol
sebesar 500 ribu hingga 1 juta rupiah. Padahal, jika melihat kondisinya,
harga batik-batik ini bisa mencapai puluhan juta rupiah.
“Itu
batik-batik kuno. Sangat disayangkan jika diambil orang luar. Saya,
hingga kini pun terus melakukan penelusuran kain batik kuno di beberapa
desa terpencil yang ada di Yogyakarta, Solo, Wonogiri, dan Malang,”
ungkap Nelly Maramis, salah satu kolektor kain batik nasional. Menurut
Nelly, kain batik kuno dari tahun 1900 hingga 1930 kini amat sulit
ditemukan di sentra batik di Indonesia.
Selain para
kolektor nasional, ada juga kolektor luar yang memang mengakui bahwa
keberadaan batik kuno yang eksotis. Sebut saja misalnya seorang guru
besar di Emiritus Kokushikan University Jepang, Masakatsu Tozu. Ia
memiliki tak kurang dari 300.000 helai kain batik kuno yang berhasil
dikumpulkannya sejak tahun 1979, saat pertama kali berada di Indonesia.
Keberadaan
batik-batik kuno yang memiliki nilai historis inilah yang harus kita
jaga, agar keberadaannya tetap di Indonesia. Tentu kita tak ingin
kain-kain batik kuno tersebut akhirnya hanya bisa ditemukan di
museum-museum luar negeri ataupun di galeri milik para kolektor kain
dunia. Tentu perlu ada keprihatinan bersama jika perkembangan batik yang
kini semakin modern malah menyingkirkan keberadaan batik kuno.
Pemerintah juga harus punya cara tegas untuk melindungi keberadaan
warisan leluhur ini.
Tanggal 2 Oktober, yang ditetapkan
sebagai Hari Batik Nasional, merupakan momentum yang harus bisa
menjadikan warga Indonesia bukan hanya mencintai batik sebagai sandang
semata, tetapi juga harus mampu melindungi batik sebagai warisan leluhur
untuk anak cucu kita.
Sumber : ghiboo.com
No comments:
Post a Comment